“Nah udah sampai.” Rando menghentikan motornya didepan pagar rumah milik Ona. Ona turun dari motor Rando, dan melepaskan helm yang ia pakai lalu mengembalikannya kepada Rando.
“Makasih ya kak, maaf jadi ngerepotin.” ucap Ona sambil tersenyum tipis.
“Loh kok ngerepotin? orang gw yang nawarin kan dari awal.”
“Iya ya, hehe…makasih ya kak sekali lagi.”
“Iya, makasih mulu dari tadi, eh — abang lo belum pulang?” tanya Rando sambil melihat halaman rumah Ona.
Ona berbalik badan, melihat halaman rumahnya mengecek apakah motor Niko sudah ada dirumah atau belum “Kayaknya belum, motornya aja belum ada dirumah.”
“Dirumah sendiri berarti?” tanya Rando
“Iya kak, soalnya mami papi Ona masih kerja.”
“Tapi itu ada mobil dirumah lo, ada orang?” Ona langsung berbalik badan lagi setelah Rando mengatakan ada mobil dirumahnya, ternyata memang ada mobil terparkir disana itu mobil milik Wilonaa. ‘Kok mobil mami dirumah? bukannya mami kerja?’ batin Ona sambil mengerutkan alisnya.
“Eh iya, itu mobil punya mami.”
“Mami lo gak kerja?” tanya Rando basa-basi.
“Mungkin ngambil barang yang ketinggalan.”
“Oh — ya udah, masuk sana panas diluar.” perintah Rando sambil menaruh telapak tangannya di dahi seperti sedang hormat.
“Iya kak, aku masuk duluan ya hati hati kak,” Ona hendak berjalan masuk kedalam rumah sambil melambaikan tangannya dan tersenyum kepada Rando.
“Iya.” Rando juga melambaikan tangannya dan membalas senyuman Ona.
Tiba-tiba terdengar suara seorang pria yang mengendarai motor dari arah belakang Rando. “Lo habis ngapain dirumah gw?”
Ona dan Rando langsung melihat kearah sumber suara secara bersamaan, ternyata sumber suara itu milik Niko.
“Gw habis nganterin adek lo pulang lah.” jawab Rando santai.
“Lah — Padahal gw udah telefon mang pedi buat jemput lo dek.” ucap Niko kepada Ona.
“HAH? Berarti sekarang mang pedi ada di sekolahan dong?” Ona tersentak kaget.
“Ya iya, pastinya lagi nungguin lo disana.” jawab Niko dengan santai sambil memarkirkan motornya.
“Kenapa abang gak bilang sih?”
“Gw lupa.” jawab Niko sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Rando hanya diam terpatung dimotor nya sambil melihat dua kakak beradik ini saling mengoceh.
“Abang telefon lagi mang pedi suruh pulang, Ona mau masuk.” suruh Ona lalu pergi begitu saja masuk kedalam rumah.
“Iya iya gw telefon dulu.” Niko hendak menelfon mang pedi, tapi ia melihat Rando masih berada di depan rumahnya. “Lo ngapain masih disini? pulang sono.” usir Niko.
“Sensi banget lo sama adek ipar.” ucap Rando bercanda, tapi cintanya untuk Ona tidak bercanda.
“Adek ipar pala lo miring, pulang gak lo pulang cepet.” Rando dengan cepat menyalakan motornya dan pergi setelah diusir oleh Niko.
“Loh udah pulang anak mami.” Ona yang baru saja masuk langsung disambut oleh maminya yang sedang duduk disofa ruang tamu.
“Mami kok dirumah? bukannya tadi berangkat kerja ya?” tanya Ona heran sambil melepas sepatunya lalu ikut duduk disamping Wilonaa.
“Mami lagi gak enak badan sayang, jadi izin pulang.” jawab Wilonaa.
“Mami sakit?” ekspresi Ona seketika berubah menjadi khawatir, padahal maminya tadi pagi masih sehat-sehat saja tapi tiba-tiba ia pulang maminya sudah sakit.
“Engga sayang, mami sehat.”
“Gak enak badan itu berarti sakit kan?”
“Mami gak enak badan karena mami lagi hamil sayang.”
“APA? PUNYA ADEK LAGI?” Niko berteriak kaget setelah mendengar bahwa maminya hamil, bahkan ia belum melepas sepatunya tapi sudah ikut duduk disofa.
“Abang, telinga Ona sakit tau denger suara abang.” Ona memegang telinganya karena merasa sakit mendengar teriakkan abangnya yang super keras.
“Mi? Ona aja udah nyusahin gini masa nambah personil lagi?”
“Heh, sama adeknya jangan ngomong gitu.”
“Tau nih Abang, sakit hati Ona.”
“Iya maaf, tapi mami beneran hamil lagi?” tanya Niko memastikan.
“Buat apa mami bohong?”
“Yes Ona punya adek, makasih mami.” Ona memeluk Wilonaa, ia senang bahwa ia akan mempunyai adik, Tapi tidak dengan Niko.
“Hadeh, nambah lagi beban hidup gw.” gumam Niko yang masih terdengar ditelinga Wilonaa.
“Niko.” tegur Wilonaa.
“Gak mami bercanda, maksudnya tuh Niko juga ikut seneng punya adek lagi, makasih mami.” ucap Niko dengan senyum terpaksa, ia sebenarnya malas untuk mempunyai adik lagi. Baginya Ona sudah menyusahkan, ditambah satu adik lagi lebih menyusahkan.
“Jangan kasih tau papi oke?”
“Oke mami.” jawab Ona dan Niko bersamaan.